BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut laporan perkembangan industri Perasuransian di Indonesia yang dikeluarkan oleh Biro Perasuransian Indonesia Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Tahun 2009 menjelaskan bahwa Perekonomian Indonesia pada tahun 2009, sebagaimana diukur dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB), meningkat sebesar 13,4% dari Rp. 4.951,4 triliun di tahun 2008 menjadi Rp. 5.613,4 triliun di tahun 2009. Pada periode yang sama, untuk industri asuransi, penerimaan premi bruto naik sebesar 17,9% dari Rp. 90,3 triliun pada tahun 2008 menjadi Rp. 106,4 triliun pada tahun 2009. Dengan demikian, rasio antara premi bruto dan PDB mengalami kenaikan pada tahun 2009 dari 1,8%. menjadi 1,9%. Apabila jumlah premi bruto tersebut dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2009, yaitu sebesar 237,5 juta jiwa akan diperoleh insurance density sebesar Rp. 448.193. Ini berarti, secara rata-rata setiap penduduk Indonesia mengeluarkan dana sebesar Rp . 448.193 untuk membayar premi asuransi.
Dengan informasi tersebut di atas memberikan gambaran pada kita bahwa potensi pasar asuransi di Indonesia masih cukup besar dan kontribusi terhadap domestik bruto masih rendah. Data dan informasi tersebut sangat penting dan diperlukan bagi para pengelola perusahaan dibidang asuransi jiwa maupun asuransi umum.
Dalam rangka pengambilan keputusan para pengelola organisasi memerlukan informasi khusus tentang apa yang telah akan terjadi dan sebagai proyeksi pada masa datang, laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi penting yang digunakan oleh para pengelola organisasi dalam pengambilan keputusan tersebut. Para pengambilan keputusan yang bersumber dari laporan keuangan memerlukan data dan informasi yang akurat sehingga data laporan keuangan disajikan dalam bentuk rasio-rasio tertentu sebagai interpretasi terhadap gambaran umum laporan keuangan.
Pertumbuhan industri asuransi juga mendukung percepatan lapangan kerja dan penyerapan pasar tenaga kerja sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Menurut James C, Van Horne, John M. Wactwicz, JR (2005:204) Rasio-rasio keuangan umumnya digunakan ada dua jenis. Jenis pertama meringkas beberapa aspek “kondisi keuangan” perusahaan untuk suatu periode-periode dengan neraca yang telah dibuat. Rasio-rasio ini disebut rasio neraca (balance sheet ratio). Jenis kedua dari rasio meringkas beberapa aspek kinerja perusahaan selama periode waktu tertentu, biasanya dalam setahun. Rasio ini disebut sebagai rasio laporan laba rugi (income statement ratio).
Pada umumnya laporan keuangan digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi, seperti investasor, supplier dan customer (pelanggan), kreditor dalam menilai keuangan perusahaan dengan beberapa ratio keuangan yang lazim digunakan sesuai bidang usahanya.
Kebutuhan akan jasa perasuransian makin dirasakan, baik oleh perorangan maupun dunia usaha di Indonesia. Asuransi merupakan sarana financial dalam tata kehidupan rumah tangga, baik dalam menghadapi risiko yang mendasar seperti risiko kematian atau dalam menghadapi risiko atas harta yang dimiliki bagi dunia usaha, perkembangan usaha perasuransian akan mendorong pengumpulan dana dari masyarakat yang dapat didistribusikan dalam meningkatkan produk barang dan jasa melalui peran perusahaan asuransi dalam mendukung dan menunjang peningkatan perekonomian suatu Negara.
Menurut Drs.H.Abbas Salim, M.A (1998:1) Asuransi ialah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-kerugian besar yang belum pasti.
Laporan keuangan perusahaan disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (SAK) serta diatur oleh peraturan pemerintah berdasarkan perhitungan nilai pasar yang disebut Stationary Accounting Practic (SAP).
Menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia KMK Nomor 504/ KMK.06 / 2004 mengatur batas tingkat solvabilitas dan likuiditas bagi perusahaan asuransi di Indonesia dalam rangka mengukur tingkat kesesehatan dan kemampuan keuangan perusahaan asuransi, kreteria umum tingkat solvabilitas dan likuiditas bagi perusahaan asuransi di atur sebagai berikut :
1. Perusahaan Asuransi Non PT setiap saat wajib memenuhi ketentuan tingkat kesehatan keuangan.
2. Tingkat kesehatan keuangan sebagaimana dimaksud terdiri dari :
1. Tingkat Solvabilitas
2. Perimbangan antara investasi dan cadangan teknis ditambah utang klaim
3. Tingkat Likuiditas
4. Retensi Sendiri
5. Deposito Jaminan
Rasio solvabilitas memiliki tingkat batas minimum 120% (seratus dua puluh per seratus) yaitu 1,2. Jika perusahaan asuransi memiliki rasio solvabilitas lebih dari 120 %, perusahaan tersebut memiliki kondisi/ kesehatan keuangan perusahaan yang baik begitu sebaliknya.
Rasio likuiditas memiliki tingkat batas minimum 200% (dua ratus persent) yaitu 2 Jika perusahaan asuransi memiliki rasio likuditas lebih dari 200%, perusahaan tersebut memiliki kondisi/ kesehatan keuangan perusahaan yang baik begitu sebaliknya.
Perusahaan asuransi dan reasuransi setiap saat wajib memenuhi tingkat solvabilitas paling sedikit 120% dari risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban. Perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang tidak memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas paling sedikit 100% diberikan kesempatan melakukan penyesuaian dalam waktu tertentu untuk memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas. Tingkat likuiditas sebagaimana dimaksud adalah perbandingan antara kekayaan lancar dengan kewajiban lancar. Kekayaan lancar sebagaimana dimaksud adalah kekayaan lancar yang jangka waktunya paling lama 1 (satu) tahun. Kekayaan lancar dan kewajiban lancar bersumber dari semua kegiatan perusahaan, termasuk yang bersumber dari kegiatan usaha asuransi dengan Prinsip Syariah dan Produk Asuransi yang dikaitkan dengan Investasi. Perusahaan Asuransi Non PT wajib memenuhi tingkat likuiditas sebagaimana dimaksud ejak akhir tahun 2006, paling sedikit sebesar 200% (dua ratus per seratus). Definisi Asuransi menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. | ||
Pada umumnya penerimaan premi dapat diterima tepat pada waktunya guna untuk membiayai kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya dan juga untuk menutupi jumlah dari target yang telah ditetapkan dahulu. Premi terlebih mempunyai peranan yang sangat penting dalam perusahaan asuransi dalam menjual dan menawarkan produknya untuk meningkatkan pendapatan asuransi. terdapat tiga faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam penetapan tarif premi yaitu mortalita bunga dan biaya.
Rasio penting bagi industri asuransi antara lain meliputi Rasio Solvency, Rasio Rentabilitas (Profitability), Rasio Likuiditas dan Rasio Kestabilan Pertumbuhan Premi.
Rasio Solvabilitas menunjukkan seberapa besar kemampuan keuangan perusahaan untuk mendukung resiko yang mungkin timbul dari asuransi yang ditutup.
Rasio Rentabilitas menunjukkan seberapa besar kemampuan kinerja perusahaan untuk menghasilkan laba dari kegiatan bisnis yang dilakukan.
Rasio Likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya.
Rasio Pertumbuhan Premi menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menaikkan pertumbuhan premi dalam periode ke periode berikutnya serta perkembangan di industri asuransi.
Data pertumbuhan pendapatan premi Industri Asuransi jiwa Selama kurun waktu 5 Tahun terakhir sebagai berikut :
TABEL 1.1. : PERTUMBUHAN PENDAPATAN PREMI INDUSTRI ASURANSI JIWA DALAM 5 TAHUN TERAKHIR.
Tahun | Pendapatan Premi (Premi Income) Dalam jutaan rupiah | Ratio Pertumbuhan Pendapatan Premi Dalam jutaan rupiah |
2005 | 22.293.958 | - |
2006 | 27.498.290 | 23.34% |
2007 | 45.533.568 | 65.58% |
2008 | 50.434.979 | 10.76% |
2009 | 61.725.474 | 22.38% |
Sumber : Data diolah dari Laporan Biro Perasuransian Indonesia Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga keuangan, (laporan laba rugi Tahun 2005 – 2009)
Dengan memperhatikan uraian-uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui dan mendalami berbagai fakta yang mempengaruhi pertumbuhan premi yang dikaitkan dengan analisa ratio kinerja keuangan perusahaan sehingga penulis penyusun dengan judul tesis : Analisis Rasio Likuiditas dan Solvabilitas Terhadap Pertumbuhan Pendapatan Premi Study Kasus Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912.